Surat Untuk Ibu Wakil Bupati
Pagi-pagi aku sudah kumpul di pinggir
sungai bersama ratusan orang. Aku tidak sempat sarapan, khawatir ketinggalan
boat yang akan bawa rombongan ke Singkil. Sebab boat kayu yang akan membawa
kami sedikit, sedangkan orang yang ingin berangkat ratusan, bahkan kalau tidak
dilarang mungkin se isi kampung kami akan berangkat semua.
Melewati sungai sambil diguyur hujan kami lalui. Sesampai
di Singkil, kami langsung naik mobil menuju rumah Wakil Bupati Aceh Singkil, Pak
Dulmusrid. Alamatnya aku tidak tahu, aku dengar dari orang rumah bapak di Kecamatan
Simpang Kanan.
Tiba di sebuah perkampungan rombongan
puluhan mobil yang kami tumpangi berhenti di jalan sempit. Laki-laki tinggi
besar berkulit hitam yg aku ketahui merupakan Wakil Bupati Aceh Singkil pak Dulmusrid
menyambut kami mempersilahkannya masuk ke rumah sederhana. “ Oh ini rumah Wakil
Bupati ” kata temanku. Aku sempat heran rumah Wakil Bupati (maaf) kalah bagus
oleh rumah toke ikan. Namun lamunanku segera buyar terdorong rasa lapar
mendengar pak Dulmusrid, ngajak kami makan di dapur.
Rombongan kami yang datang jumlahnya
ratusan langsung berdesakan berebut piring untuk diisi nasi sebanyak-banyaknya,
gulai nangka dan goreng telur. Seorang perempuan sederhana nampak kewalahan lantaran
aku dan teman-temanku tidak sabar mendapatkan nasi, ( takut kebagian sedikit
hehe )
Kami pun beberapa kali minta tambah
nasi. Sementara si perempuan sederhana hanya tersenyum sambil terus menuangkan
nasi ke piring kami. Selesai makan kami bersandar di dinding rumah sambil
ketawa ngakak. Si perempuan sederhana aku lirik sibuk
mengumpulkan piring kotor bekas kami makan untuk dicuci bersama beberapa
perempuan lain.
Di saat asik bercanda setelah perut
kenyang. Kami baru menyadari jika perempuan sederhana yang sabar menuangkan
nasi ke piring kami merupakan Istri Pak Wakil Bupati. Ketika pak Wakil Bupati memintanya
siap-siap untuk mengatar kami pulang. Spontan kami langsung menyalami tangannya
meminta maaf. “ Ya endak apa-apa yang penting bisa makan semua, walau
seadanya,” ujar ibu Wakil Bupati sambil tersenyum.
Maafkan kelancangan kami ibu ! Kami
rindu nasi yang ibu tuangkan, gulai nangka dan telur goreng buatan Ibu Wakil
Bupati.
Dari Anak Nelayan Kuba
0 Comments